My City should have this


Tram in Budapest, Eastern Europe (source: www.traveluxblog.com)


If you provide good alternatives for public transport, you won't have traffic problems
-Jaime Lerner-


Pernah terpikirkan untuk menjadikan transportasi umum sebagai keharusan, bukan alternatif. Setiap berangkat ke kantor, tak jarang dahi berkerut ketika melewati setiap jalanan di kota saya. Denpasar-Bali. Ya, kota yang mulai sibuk dan mulai mendekati sibuknya Surabaya dan Jakarta. Saya selalu berangan menaiki transportasi umum yang layak di kota ini. Terkadang saya jenuh berkendara sendiri, berjibaku melawan macetnya jalanan. Ego manusia ketika berkendara bisa jadi sangat tinggi, dan mungkin hal tersebut salah satu biang kecelakaan lalu lintas. 
Bali, khususnya Denpasar sebenarnya telah memiliki moda transportasi umum berupa angkutan kota (angkot), taksi, serta bus menyerupai konsep transJakarta, yang dinamakan Sarbagita. Mengapa Sarbagita? Koridor bus ini meliputi Denpasar, Gianyar, dan Tabanan. Lalu, ada lagi yang namanya Kura-Kura Bus yaitu shuttle bus yang mengakomodir wisatawan lokal maupun mancanegara agar lebih mudah mengunjungi daerah tujuan wisata (yang saat ini masih tersedia line Kuta, Legian, Seminyak, Ubud, Jimbaran dan Nusa Dua).

Coba bayangkan, jika suatu saat nanti kota Denpasar ini akan benar-benar sangat padat akan kendaraan dan kemacetan tidak akan bisa terhindarkan. Setiap bulan akan bermunculan kendaraan-kendaraan baru, tetapi badan jalan tidak berubah ukurannya. Semakin liar, semakin tidak bisa dikendalikan. 

Pemerintah kota Denpasar dan Provinsi Bali harus lebih serius dalam menangani permasalahan transportasi ini. Masyarakat kita harus dibiasakan untuk berteman baik dengan transportasi umum saat nanti kendaraan pribadi tidak bisa diandalkan. Keterbatasan yang kita miliki dalam hal transportasi jadikan kelebihan kita saat ini. Sarbagita adalah ide yang paling baik untuk dikembangkan. Pemetaan terhadap rute harus dikaji ulang agar dapat menjangkau semua wilayah Denpasar maupun luar Denpasar, dan bila perlu terkoneksi ke semua kabupaten. Barangkali perencanaan yang baik belum dilakukan oleh pemerintah kita, walaupun sosialisasi tentang Sarbagita di radio-radio atau televisi telah dilakukan. 

Halte Sarbagita yang pernah saya lewati atau pernah menjadi tempat saya menunggu kurang layak disebut halte. Tidak ada kenyamanan yang saya dapatkan, karena halte masih bersifat semi-permanen. Di kepala saya, halte itu adalah sebuah ruang tunggu nyaman sampai bus datang. A place where we can meet stranger and may be have a situational conversation.  Patut disadari memang budaya kita di Bali memang seperti itu, kita masih ramah bertemu dengan orang-orang yang sebenarnya kita tidak begitu tahu latar belakangnya, kemudian mengajaknya ngobrol. 

Rute Sarbagita harus ditinjau ulang. Memperluas jalur bus ini adalah solusi paling mumpuni. Denpasar tidak lagi menjadi tempat tinggal bagi warga lokal saja (yang lahir dan besar di Bali), tetapi banyak warga pendatang dari berbagai provinsi bahkan dari negara tetangga yang tinggal di kota ini untuk bekerja, bersekolah, atau memulai hidup baru disini. Tidak adanya angkutan umum yang mumpuni, hal tersebut yang membuat mereka (warga luar bali) membawa kendaraannya masing-masing. Nah, kepadatan pun akan terus terjadi. 

Titik-titik kemacetan di Denpasar pastinya telah dikantongi oleh pemerintah. Perbantuan dari Kepolisian dan Dinas Perhubungan bagi saya kurang ampuh dalam mengatasi hal ini. Di titik mana kompleks perkantoran paling banyak, disanalah bisa ditempatkan halte. Atau, jika tidak ingin anak-anak di bawah umur membawa kendaraan tanpa sim dan surat-surat motor, halte dapat diperbanyak di tempat-tempat yang menjadi komplek sekolahan. Membiasakan anak-anak mengenal moda transportasi umum sejak dini akan lebih baik. Sarbagita juga perlu menambah jalur-jalur dan armada untuk melayani wisatawan lokal maupun mancanegara untuk lebih mudah menjangkau tempat-tempat wisata yang mereka inginkan. 

Masyarakat kita perlu dipaksa untuk menggunakan transportasi umum. Sarbagita tentunya tidak bisa bekerja sendirian, perlu kolaborasi dengan transportasi umum lainnya. Memang, pemerintah juga telah menyediakan kendaraan pengumpan yang wujudnya angkutan kota secara gratis untuk mengantarkan penumpang yang tinggal jauh dari halte bus. Tetapi, jumlahnya masih belum mencukupi dan belum semua daerah di Denpasar dijangkau. Sehingga tidak semua bisa menaiki Sarbagita dengan mudah. Harga untuk sekali naik Sarbagita sudah terjangkau tinggal bagaimana sekarang mengelola masyarakat kita untuk mulai mencintai transportasi umum. Bapak-bapak dan ibu-ibu yang berseragam dan digaji oleh negara sudah selayaknya sadar untuk melayani masyarakat, bukan masyarakat yang melayani anda-anda semua. Patut kita renungkan dan contoh tindakan dari Perdana Menteri Inggris, David Cameron yang berangkat ke kantornya menggunakan kereta umum, walaupun sudah diberikan fasilitas kendaraan dinas beserta supirnya. 

David Cameron in subway train, we should copy his action
Jika kita memiliki sistem transportasi yang terencana dengan baik, permasalahan lalu lintas akan berkurang sedikit demi sedikit dan dapat diatasi dengan mudah. Masyarakat menjadi tidak manja dan mengurangi egoisme di jalan raya. Untuk lingkungan, manfaatnya jumlah asap kendaraan dapat ditekan. Untuk generasi penerus kita, orang tua tidak buru-buru membelikan kendaraan untuk anak-anaknya yang notabene masih berada di bawah umur. Kenalkanlah kendaraan umum sejak dini, karena itu akan terbawa sampai mereka dewasa nanti. 

Denpasar ini semakin sempit, tetapi semakin banyak orang-orang membeli motor atau mobil (walaupun tidak punya garasi tetap membeli, lalu memarkir di jalan depan rumahnya). Saya tidak anti dengan membawa kendaraan pribadi tetapi memiliki perencanaan terhadap transportasi umum dengan baik adalah cara untuk mengedukasi masyarakat kita untuk lebih disiplin dan tidak egois. Bagi saya, itulah yang dibutuhkan warga Denpasar saat ini, bukan menjadikan Denpasar sebagai kota Animasi seperti yang pernah beliau dengungkan.  
Maaf, pak tapi bukan itu yang kita butuhkan saat ini, kategori itu sudah ada kota yang pantas untuk menyandangnya :)
Tulisan ini adalah suatu bentuk keluh kesah yang melahirkan sebuah gagasan untuk menjadikan kota kelahiran saya menjadi lebih berkesan di mata dunia, tidak hanya sektor pariwisatanya saja. Semoga menginspirasi dan terketuk hati bagi yang membaca tulisan ini.



0 comments:

Post a Comment

 

I own who I am

I own who I am
An extraordinary human being. Love to capture moment and mind. I leave a trail beyond these writings for give little contribution to world until the time I back home.

Seek, Capture & Share