Konsumen Cerdas, Produk Berkualitas

Image from: http://3.bp.blogspot.com/

Tanggal 20 April 2014 diperingati sebagai Hari Konsumen Nasional. Saya membongkar file ketika semester 1 PPAK, dan menemukan artikel yang saya buat untuk tugas mata kuliah Hukum Bisnis. Tulisan ini mungkin bisa menginspirasi teman-teman yang membaca. 


Tahun 2009 yang lalu mencuat kasus Prita yang menunjukkan ketidakpuasannya pada pelayanan Rumah Sakit Omni. Prita mengeluhkan buruknya pelayanan yang ia alami kepada teman-temannya lewat mailing list. Sebelumnya ia mengeluh kepada pihak rumah sakit, namun tanggapan yang diperoleh tidak memuaskan dirinya. Tak lama kemudian e-mail tersebut menyebar dan akhirnya menimbulkan permasalahan antara Prita dan pihak Rumah Sakit Omni. RS Omni menilai Prita telah melakukan pencemaran nama baik rumah sakit tersebut, sehingga Prita akhirnya diperkarakan.

Kasus Prita dengan RS Omni itu merupakan sebagian kecil dari kasus-kasus pelanggaran hak-hak konsumen di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen di Indonesia masih menjadi korban arogansi dari kelas sosial ekonomi yang lebih tinggi. Untuk itu, Undang-Undang Perlindungan Konsumen menjadi sesuatu yang perlu untuk diperhatikan dan direalisasikan dalam prakteknya oleh semua pihak, terutama konsumen itu sendiri karena arus globalisasi saat ini mengharuskan konsumen untuk cerdas dan kritis terhadap barang dan jasa sebelum membeli dan mengonsumsinya.

Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi dalam pidatonya pada Hari Konsumen Nasional, 20 April di Jakarta mengatakan bahwa, “Kita semua terlahir sebagai konsumen. Sebelum menjadi apa pun, kita harus menjadi konsumen terlebih dahulu” (Kompas, 1 Mei 2012). Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang dikeluarkan pada 20 April 1999, belum dapat meningkatkan jumlah pengaduan konsumen terhadap ketidaksesuain barang dan jasa yang diperoleh atau dikonsumsi. Pernyataan ini diperoleh dari hasil survei Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang menyebutkan bahwa hanya 35,8 persen konsumen yang paham terhadap hak-hak yang mereka miliki, seperti hak advokasi, perlindungan dan upaya dalam penyelesaian sengketa. Serta hanya 11,3 persen yang mengetahui bahwa hak-hak mereka tersebut dijamin oleh undang-undang.

Fakta di atas menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen masih menjadi korban produsen. Konsumen cenderung bersikap menerima apa yang mereka beli, padahal tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Padahal di Indonesia sendiri sudah ada lembaga yang menaungi keluhan konsumen, yaitu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Namun hal ini belum dimanfaatkan secara optimal oleh konsumen di Indonesia. Jumlah pengaduan konsumen di Indonesia terbilang sangat rendah apabila dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia, India, dan Hongkong. Konsumen di Indonesia seringkali bersikap pesimis, karena penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak-hak konsumen tidak pernah tuntas, dan waktu serta biaya yang dibutuhkan tidaklah sedikit.

Dengan adanya China-Asean Free Trade Agreement (CAFTA), membuka peluang masuknya produk-produk China dan negara ASEAN lainnya secara bebas ke Indonesia. Melihat dari tingkah polah konsumen Indonesia yang begitu konsumtif terhadap adanya produk-produk baru. Tidak jarang hal ini dimanfaatkan oleh produsen untuk menggali keuntungan yang lebih, dan kualitas pun dikesampingkan yang berakibat menimbulkan kerugian bagi konsumen. Untuk memaksimalkan perlindungan konsumen di ASEAN, situs bersama akan segera diluncurkan. Situs tersebut akan memuat berita di tiap negara terkait penemuan produk yang tidak layak (Kompas, 3 Mei 2012).

Selain upaya yang dilakukan oleh ASEAN, Indonesia secara khusus juga harus lebih intensif dalam mengedukasi konsumennya. Pencanangan Hari Konsumen Nasional yang diperingati setiap 20 April diharapkan dapat menggugah semangat konsumen Indonesia untuk berpikir secara kritis dan hati-hati. Semangat yang dijunjung dalam Hari Konsumen tersebut adalah menaikkan posisi tawar konsumen Indonesia untuk menjadikan mereka konsumen yang cerdas dan kritis. Konsumen juga harus mulai untuk menyadari hak dan kewajibannya sebelum memutuskan untuk membeli atau menggunakan barang dan jasa.

Upaya produsen untuk menarik minat konsumen untuk membeli produknya kini beragam, lewat berbagai media untuk mengiklankan. Cara-cara untuk bertransaksi pun kini kian dipermudah dengan adanya internet. Hal ini yang harus diantisipasi oleh konsumen untuk lebih berhati-hati, karena konsumen seringkali memanfaatkan kelemahan konsumen, kemudian mereka tertarik untuk membeli. Apabila konsumen terbiasa dengan sikap antisipasi dan berpikir cerdas serta kritis, maka produsen tidak bisa leluasa lagi untuk memproduksi produk-produk dengan kualitas yang di bawah standar, sehingga produk yang dihasilkan nantinya menjadi berkualitas.

Referensi:
Muzakir, Zaki. 2009. “Prita, RS Omni dan Sanksi Publik”, Website Liputan6. http://berita.liputan6.com/read/253843/Prita.RS.Omni.dan.Sanksi.Publik. 20 Mei 2012.
Eny Prihtiyani. 1 Mei 2012. Perlindungan: Konsumen Perlu Kritis. Kompas, hlm. 17.
Eny Prihtiyani. 3 Mei 2012. Konsumerisme: ASEAN Perkuat Perlindungan Konsumen. Kompas, hlm 17.



0 comments:

Post a Comment

 

I own who I am

I own who I am
An extraordinary human being. Love to capture moment and mind. I leave a trail beyond these writings for give little contribution to world until the time I back home.

Seek, Capture & Share