Image from: http://www.bradleycvs.co.uk/images/professional-cv-writing-services.jpg |
Dalam waktu singkat, akuntansi sektor publik telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dinamika perkembangan akuntansi sektor publik meliputi proses perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban baik keuangan maupun kinerja adalah sebagai acuan dalam menilai seberapa baik sumber daya yang dikelola untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Mardiasmo (2009) menyebutkan bahwa saat ini terdapat perhatian yang lebih besar terhadap praktik akuntansi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah, perusahaan milik negara/daerah, dan berbagai organisasi publik lainnya dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Adanya tuntutan yang lebih besar dari masyarakat untuk dilakukannya transparansi dan akuntabilitas publik oleh lembaga-lembaga sektor publik.
Tahun 1998 merupakan sebuah titik dimana Indonesia menghadapi cobaan berat dalam perjalanannya. Praktik korupsi, kolusi, nepotisme, penyalahgunaan wewenang dan ketidakterbukaan kepada publik, menjadi barometer bagi pemerintah untuk menyatakan perang terhadap KKN dan melakukan reformasi di segala bidang. Salah satunya, adalah reformasi dalam bidang pengelolaan keuangan negara.
Reformasi keuangan negara ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Keuangan Negara (UU Nomor 17 Tahun 2003, UU Nomor 1 tahun 2004, dan UU Nomor 15 Tahun 2004) sebagai dasar hukum pelaksanaan reformasi total pada pengelolaan negara. Salah satu aspek pengelolaan keuangan negara adalah akuntansi pemerintah. Akuntansi sektor publik di Indonesia memang sedikit berada di belakang dari akuntansi komersial. Pada tahun 1984 dengan menggunakan Manual Keuangan Negara sebagai dasar akuntansi pemerintahan, akuntansi dilaksanakan dengan sistem pembukuan tunggal dan hanya mengenal laporan Perhitungan Anggaran Negara, sehingga informasi yang ditampilkan sangat minim. Perkembangan yang pesat akhirnya dialami oleh akuntansi sektor publik pada tahun 2000, dimana pemerintah mulai mengadopsi akuntansi berbasis pembukuan ganda (double entry accounting). Pada tahun 2005 diterbitkanlah Standar Akuntansi Pemerintahan yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan akuntansi di Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Selama kurang lebih 5 tahun pelaksanaan akuntansi pemerintahan, masih banyak ditemukan kenyataan bahwa laporan keuangan negara masih banyak yang tidak mendapatkan clean opinion (Wajar Tanpa Pengecualian). Penyebabnya adalah tidak dilaksanakannya akuntansi di pemerintahan. Bahkan masih banyak aparatur pemerintahan yang tidak atau belum memahami Standar Akuntansi Pemerintahan, sehingga dalam praktiknya mengalami kesulitan. Kenyataan bahwa banyak konsultan atau pihak di luar pemerintah yang membuatkan laporan keuangan pemerintah daerah menjadi bukti bahwa kompetensi aparatur Pemerintah Daerah dalam bidang akuntansi masih sangat lemah.[1]
Berbagai penelitian dan fenomena di luar negeri menyebutkan bahwa keterbatasan SDM yang menguasai akuntansi, baik dalam jumlah maupun kompetensi menjadi penyebab terhambatnya suatu penerapan akuntansi pemerintahan.[2] Wakil Presiden Budiono dalam pidato kenegaraannya pada Regional Public Sector Conference II Tahun 2011 menyatakan bahwa: “Kunci keberhasilan pengembangan akuntansi sektor publik sangat ditentukan oleh aspek kelembagaan, tata laksana dan sumber daya manusia (SDM). Pada aspek SDM ini, profesi akuntan akan memberikan kontribusi di dalam mengembangkan pengelola keuangan yang profesional, berintegritas dan amanah sebagai human capital organisasi sektor publik khususnya di pemerintahan.”[3]
Profesi akuntan dewasa ini dirasa semakin penting seiring dengan semakin tingginya tuntutan terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan entitas bisnis maupun entitas publik. Dalam akuntansi sektor publik, peran profesi akuntan perlu ditingkatkan demi mendukung pelaksanaan reformasi pengelolaan keuangan negara. Keterlibatan akuntan ini sangat diperlukan dalam hal pengembangan konsep dan implementasi akuntansi sektor publik, serta melalui peningkatan kompetensi sumber daya manusia yang melakukan pengelolaan terhadap akuntansi sektor publik.
Sebagai upaya nyata, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) meluncurkan sertifikasi bagi para pengelola keuangan negara. Upaya IAI ini merupakan awal untuk tercapainya sumber daya manusia yang kompeten untuk mengelola keuangan negara. SDM yang kompeten merupakan syarat penting untuk tercapainya tata kelola keuangan Negara yang baik dan memiliki daya guna (Good Corporate Governance). Hanya melalui sumber daya manusia yang baik, sistem pengelolaan keuangan Negara dapat dirancang dengan baik dan diimplementasikan secara konsisten.
2. Keterkaitan Aparatur Pemerintah dengan Bidang Akuntansi
Akuntansi merupakan suatu seni dan bahasa dalam proses mengukur, mengkomunikasikan, dan menginterpretasikan kegiatan keuangan yang berguna untuk pembuat keputusan bersifat ekonomi dengan tepat.[4] Terkait dengan definisi akuntansi tersebut, aparatur negara memegang peranan penting sebagai brainware dari suatu sistem informasi akuntansi pemerintahan.
Melihat keadaan pada saat ini, aparatur pemerintah memiliki keterbatasan baik jumlah maupun kompetensi dalam bidang akuntansi. Hal-hal ini Nampak dari berbagai ciri-ciri berikut:[5]
a. Keterbatasan jumlah aparatur bidang akuntansi
Jumlah aparatur akuntansi yang berkualitas saat ini jumlahnya masih minim. Pada berbagai instansi masih banyak ditemukan, terutama pada SKPD di pemerintah daerah dimana aparatur bagian akuntansi dan keuangan masih banyak yang belum memiliki latar belakang pendidikan akuntansi. Faktor ini menjadi kelemahan karena aparatur pemerintah tidak menguasai pekerjaan namun cenderung bekerja secara otodidak.
b. Keterbatasan pendidikan akuntansi pada aparatur pemerintah
Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, ditemukan bahwa pengembangan kapasitas SDM telah dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai lokakarya, bimbingan teknis, sosialisasi, dan program pelatihan secara intensif untuk SKPD dan K/L. Namun demikian upaya-upaya tersebut baru berhasil mengenalkan akuntansi dalam hal terminologi, sistem akuntansi, dan konsep dasar akuntansi yang diadopsi pemerintah. Pengembangan kapasitas tersebut belum menghasilkan tenaga yang memiliki kemampuan untuk melakukan analisis transaksi, mengambil pertimbangan dan kebijakan terkait transaksi akuntansi.
Dengan adanya dua keterbatasan sumber daya tersebut, studi yang dilakukan oleh KSAP menyatakan bahwa minimal dibutuhkan tenaga akuntansi di tingkat K/L atau SKPD minimal sebanyak 20.000 tenaga akuntansi, dengan kualifikasi D3, dan minimal 1 orang sarjana akuntansi dengan gelar akuntan di setiap K/L atau pemerintah daerah.[6]
3. Hal-hal yang Diperlukan Akuntan Sektor Publik dalam Memenuhi Kompetensinya
Kebutuhan nyata akuntan sektor publik di Indonesia tidak hanya melihat dari sisi jumlah namun juga melihat pada aspek kompetensinya. Akuntansi pemerintahan membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki pemahaman dan aspek-aspek pengelolaan sehingga dapat menciptakan good governance dalam pemerintahan. Akuntan pemerintahan memiliki pertumbuhan permintaan yang sangat tinggi. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai penanggungjawab utama dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara beberapa kali menyatakan bahwa pengelolaan keuangan negara masih buruk, sehingga menyebabkan laporan keuangannya mendapatan opini Wajar Tanpa Pengecualian jumlahnya tidak lebih dari 5 laporan keuangan pemerintah. Hal ini disebabkan oleh kelemahan terhadap pengendalian internal pemerintahan, yaitu kurang kompetennya akuntan yang bekerja di pemerintahan.
International Federation of Accountants (IFAC) pada bulan Oktober 2003 yang lalu telah mengeluarkan 7 (tujuh) standar pendidikan internasional (International Education Standards/IES). Standar yang dikeluarkan oleh IFAC ini merupakan panduan global untuk membentuk akuntan yang profesional.[7]
International Education Standard (IES) yang telah ditetapkan pada pendidikan akuntansi di perguruan tinggi dapat diterapkan dalam membangun standar kompetensi akuntan pemerintah, yang setidak-tidaknya akan memuat 3 komponen (diadaptasi dari IES 2, IES 3, dan IES 4):[8]
a. Pengetahuan (Knowledge)
Secara umum, pengetahuan yang harus dikuasai pemerintah setidaknya terdiri dari 3 bagian:
· Ilmu akuntansi, keuangan dan ilmu pengetahuan terkait lainnya.
· Pengetahuan mengenai kegiatan dalam sektor publik, khususnya pemerintahan dan bagaimana pengorganisasian dalam sektor publik.
· Pengetahuan dan kompetensi di bidang teknologi informasi.
Akuntan pemerintah dituntut untuk tidak hanya memahami pengetahuan terkait akuntansi pemerintahan, tetapi juga ilmu dan pengetahuan terkait pengelolaan keuangan daerah dan penatausahaan keuangan daerah. Ilmu-ilmu seperti manajemen strategis, sistem informasi manajemen, sistem informasi akuntansi, serta teori organisasi menjadi ilmu pendukung penting untuk melengkapi dan memperluas wawasan akuntan pemerintah.
b. Keahlian Teknis (Skill)
IES 3 mengatur tentang keahlian profesional serta pendidikan umum bagi akuntan profesional. Seorang yang berminat untuk menjadi akuntan yang profesional sebaiknya memperoleh keahlian sebagai berikut:
· Intellectual skills;
· Technical and functional skills;
· Personal skills;
· Interpersonal and communication skills; dan
· Organizational and business management skills.
Beberapa hal di atas juga dapat diterapkan pada akuntan pemerintah. Akuntan pemerintah selain dituntut memiliki pemahaman akuntansi dan manajemen pemerintahan dan publik yang baik, juga diharapkan dapat mengimplementasikannya dalam aspek-aspek profesi dan pekerjaan sehari-hari. Penugasan aspek teknis dan fungsional akuntansi saja saat ini tidak cukup. Telah banyak terdapat kasus akuntan pemerintah yang kurang memiliki keahlian organisasi, kerja sama tim, dan keahlian organisasional lainnya, sehingga menyebabkan akuntan tidak dapat bersinergi dalam mendukung pengelolaan keuangan dan penatausahaan keuangan daerah. Oleh karena itu dibutuhkan setidaknya keahlian organisasi terutama softskill.
c. Sikap Mental dan Etika (Attitude and Ethics)
Selain dituntut memiliki pengetahuan dan keahlian organisasional dan akuntansi, akuntan pemerintah perlu memahami sikap akuntan yang profesional. Profesionalisme akuntansi sering terganggu dengan masalah tidak independen dan objektifnya akuntan, serta seringnya akuntan terlibat dalam kegiatan fraud sehingga tidak dapat menjalankan tanggung jawab secara benar. Akuntan juga dituntut untuk terus melakukan pengembangan kepribadian, keilmuan, dan keahlian secara berkelanjutan dan terus menerus. Akuntan juga diharapkan untuk dapat patuh serta mengetahui hukum serta peraturan yang berlaku dalam lingkungannya. Setidaknya ada 4 hal yang harus dikuasai akuntan pemerintah terkait sikap dan etika, sebagai berikut:
· Kepentingan publik dan sensitifitas terhadap tanggung jawab sosial.
· Pengembangan diri dan belajar secara terus menerus.
· Dapat diandalkan, bertanggungjawab, tepat waktu, dan
· Saling menghargai hukum dan peraturan yang berlaku.
4. Peran Sertifikasi dalam Akuntansi Sektor Publik
Sertifikasi akuntan sektor publik dimaksudkan sebagai penguat kompetensi dari akuntan tersebut. Semakin tingginya tuntutan peningkatan kualitas pelayanan publik menghendaki tersedianya SDM handal dan kompeten, termasuk tenaga di bidang akuntansi. Pendidikan tinggi dalam bidang Diploma hingga Doktor memberikan input yang besar bagi akuntansi pemerintahan. Berbagai kegiatan pendidikan telah dilaksanakan terkait dengan akuntansi pemerintahan ini di perguruan tinggi. Namun program pendidikan semacam ini tidak pernah memperoleh pengakuan secara profesional. Selaim itu, berbagai program pembinaan kompetensi telah dikembangkan oleh Kementrian Keuangan, Kementrian Dalam Negeri, atau Organisasi-organisasi seperti IAI, misalnya Kursus Keuangan Daerah, Pelatihan Sistem Akuntansi Daerah, pelatihan Sistem Akuntansi Instansi, dan yang lainnya. Hal ini tentu saja bertujuan untuk memberikan nilai tambah bagi kompetensi sumber daya manusia.
Dalam upaya untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme diperlukan suatu lingkungan akuntansi pemerintahan yang kondusif, sehingga memungkinkan untuk dilaksanakannya proses akuntansi secara baik. Salah satu cara untuk menguatkan lingkungan tersebut adalah dengan membuat suatu tata kelola dan peraturan mengenai profesionalisme, etika, dan kompetensi. Oleh karena itu program kompetensi perlu dikembangkan untuk memberikan suatu jaminan legal, bahwa aparatur akuntansi memang menguasai teknik dan konsep akuntansi dan otoritas, bahwa pada masa yang akan datang, laporan keuangan pemerintah hanya dapat dibuat oleh seseroang yang memiliki sertifikasi akuntansi.
Seorang akuntan pemerintah yang telah bersertifikasi diharapkan memiliki beberapa keuntungan kompetitif (competitive advantage) sebagai berikut:
· Mengukuhkan suatu kemampuan atau kompetensi peserta terhadap pemahaman akuntansi sektor publik dan lingkungan sektor publik
· Sertifikasi menyediakan suatu standar kualitas bagi mereka yang ingin memahami akuntansi sektor publik
· Sertifikasi juga menyediakan alat ukur standar kualitas bagi instansi pemerintah dan pihak terkait mengenai pengembangan SDM aparatur akuntansi
· Sertifikasi adalah suatu persyaratan untuk memasuki bidang profesi tertentu di bidang akuntansi pemerintahan.
Oleh karena itu, melalui sertifikasi ini, pemerintah diharapkan dapat memberikan dukungan yang penuh terhadap pemberian sertifikasi akuntan sektor publik ini. Apalagi pemerintah belum memiliki program yang jelas untuk pengembangan kompetensi SDM di pemerintah, terutama untuk unit-unit kerja yang seharusnya sudah menggunakan tenaga profesional. Maka, sertifikasi merupakan solusi untuk membantu pemerintah menetapkan standar untuk kompetensi minimal untuk aparatur pemerintah.
5. Keterkaitan Pihak-pihak yang Terlibat dalam Sertifikasi
Untuk menyukseskan sertifikasi, diperlukan berbagai sinergi antar pihak-pihak yang berkepentingan dalam penyelenggaraan sertifikasi ini. Perguruan tinggi diharapkan dapat menjadi tulang punggung utama dalam pelaksanaan sertifikasi ini. Setiap perguruan tinggi diharapkan memiliki perhatian yang lebih terhadap akuntansi pemerintahan, melalui berbagai mekanisme, misalnya dapat dilakukan dengan membuka konsentrasi akuntansi pemerintahan, joint research dengan pemerintah, atau menyelenggarakan pelatihan dan pengujian sertifikasi akuntan pemerintah.
Di tingkat kementrian, misalnya Kementrian Dalam Negeri selaku Pembina Pemerintahan Daerah diharapkan ikut dalam mengawal pelaksanaan sertifikasi ini dengan menerbitkan atau mengatur mengenai wajibnya pemerintah menggunakan akuntan bersertifikasi.
Sebagai organisasi profesi, IAI-KASP dapat menjadikan sertifikasi profesi akuntan ini menjadi program kerja IAI-KASP dalam upayanya memajukan perkembangan akuntan sektor publik Indonesia.
6. Kesimpulan
Dengan adanya sertifikasi ini, profesi akuntan sektor publik di masa depan dapat menjadi akuntan yang kompeten, profesional, dan independen. Akuntan sektor publik tidak lagi berperan sebagai bookkeeper, melainkan menjadi akuntan manajemen dan partner strategis dari Kepala Daerah/Kepala Pemerintahan.
Referensi:
IAI Global. Standar Pendidikan Internasional IFAC. http://www.iaiglobal.or.id/ppa.php?id=5. (Diakses 9 Juli 2012).
Ikatan Akuntan Indonesia. Majalah Akuntan Indonesia, “Transformasi Akuntansi Sektor Publik di Indonesia,” Edisi 29/Tahun V/2011.
Ikin Solikin dan Memen Kustiawan, Meningkatkan Kualitas Informasi Akuntansi Melalui Pemberdayaan Aparatur Pemerintah dalam Mewujudkan Good Governance.http://file.upi.edu/Direktori/FPEB/PRODI.AKUNTANSI/196510122001121-IKIN_SOLIKIN/Pemberdayaan.pdf. (Diakses 9 Juli 2012).
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Pidato Wakil Presiden Republik Indonesia dalam Regional Public Sector Conference II Tahun 2011 (8 November 2011). www.iaiglobal.or.id. (Diakses 9 Juli 2012).
[1] Akuntan Indonesia, “Transformasi Akuntansi Sektor Publik di Indonesia,” Edisi 29/Tahun V/2011.
[2] Ibid
[3] Pidato Wakil Presiden Republik Indonesia dalam Regional Public Sector Conference II Tahun 2011 (8 November 2011),
[4] Ikin Solikin dan Memen Kustiawan, Meningkatkan Kualitas Informasi Akuntansi Melalui Pemberdayaan Aparatur Pemerintah dalam Mewujudkan Good Governance, http://file.upi.edu/Direktori/FPEB/PRODI.AKUNTANSI/196510122001121-IKIN_SOLIKIN/Pemberdayaan.pdf
[5] Akuntan Indonesia, “Transformasi Akuntansi Sektor Publik di Indonesia,” Edisi 29/Tahun V/2011.
[6] Ibid
[7] Standar Pendidikan Internasional IFAC, http://www.iaiglobal.or.id/ppa.php?id=5
[8] Akuntan Indonesia, “Transformasi Akuntansi Sektor Publik di Indonesia,” Edisi 29/Tahun V/2011.
0 comments:
Post a Comment