Sistem
informasi akuntansi dalam suatu organisasi memiliki dua subsistem utama, yaitu
sistem akuntansi manajemen dan sistem akuntansi keuangan. Kedua subsistem ini
memiliki tujuan yang berbeda, sifat masukan, dan jenis proses yang digunakan
untuk mengubah masukan menjadi keluaran. Sistem informasi akuntansi keuangan
berhubungan dengan penyediaan keluaran bagi pengguna eksternal dengan
menggunakan kegiatan ekonomi sebagai masukan serta proses yang memenuhi aturan
dan konvensi tertentu. Tujuan umum dari akuntansi keuangan adalah menyusun
laporan keuangan yang bersifat eksternal bagi investor, kreditor, lembaga
pemerintah, dan pengguna eksternal lainnya. Informasi ini digunakan untuk
keperluan, seperti keputusan investasi, evaluasi, aktivitas pemonitoran, dan
ketentuan peraturan. Akuntansi keuangan bisa disebut akuntansi eksternal.
Akuntansi
manajemen berkaitan dengan penyediaan informasi untuk manajer, yaitu
orang-orang yang ada di dalam organisasi yang mengarahkan dan mengendalikan
organisasi tersebut. Akuntansi manajemen mengidentifikasi, mengumpulkan,
mengukur, mengklasifikasi, dan melaporkan informasi yang bermanfaat bagi
pengguna internal dalam merencanakan, mengendalikan, dan mengambil keputusan.
Laporan-laporan
akuntansi keuangan disiapkan untuk memenuhi kebutuhan pihak eksternal seperti
pemegang saham dan kreditor, sedangkan akuntansi manajemen disiapkan untuk
manajer di dalam organisasi. Orientasi dasar yang berbeda ini menyebabkan
sejumlah perbedaan antara akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen, meskipun
data keuangan yang mendasari keduanya sama. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:
Akuntansi Manajemen
|
Akuntansi Keuangan
|
Fokus internal
|
Fokus eksternal
|
Tidak ada aturan yang
mengikat
|
Harus mengikuti aturan
tertentu dari pihak eksternal
|
Informasi keuangan dan
nonkeuangan, informasi dapat bersifat subjektif
|
Informasi keuangan yang
bersifat objektif
|
Penekanan pada masa yang
akan datang
|
Berorientasi historis
|
Evaluasi dan keputusan
internal didasarkan atas informasi yang sangat terperinci
|
Informasi mengenai
perusahaan secara keseluruhan
|
Sangat luas dan multidisiplin
|
Lebih independen
|
Sumber: Hansen
& Mowen (2009)
B. Etika dalam
Praktik Akuntansi Manajemen
Chartered Institute of Management
Accountants (CIMA) mendefinisikan akuntansi manajemen sebagai proses
identifikasi, pengukuran, akumulasi, analisis, penyusunan, interpretasi, dan
komunikasi informasi yang digunakan oleh manajemen untuk merencanakan,
mengevaluasi dan pengendalian dalam suatu entitas dan untuk memastikan sesuai
dan akuntabilitas penggunaan sumber daya tersebut. Akuntansi manajemen juga
meliputi penyusunan laporan keuangan untuk kelompok nonmanajemen seperti
pemegang saham, kreditur, badan pengatur dan otoritas pajak.
Para akuntan manajemen
dituntut untuk bertindak jujur, terpercaya dan etis. Hal ini dikarenakan
akuntan manajemen memiliki peran penting dalam menunjang tercapainya tujuan
perusahaan, dimana tujuan tersebut harus dicapai melalui cara yang legal dan
etis. Chartered Institute of Management
Accountants (CIMA) menyatakan bahwa seorang akuntan manajemen harus mampu
menerapkan pengetahuan profesional dan keterampilannya dalam penyusunan dan
penyajian informasi keputusan keuangan dan lainnya, yang berorientasi
sedemikian rupa untuk dapat membantu manajemen dalam merumuskan kebijakan,
perencanaan, dan pengendalian pelaksanaan pengoperasian. Pengetahuan dan
pengalaman akuntansi manajemen dapat diperoleh dari berbagai bidang dan fungsi
dalam suatu organisasi seperti manajemen informasi, perbendaharaan, audit
efisiensi, pemasaran, penilaian, penetapan harga, logistik, dan lainnya.
The
American Institute of Certified Public Accountans (AICPA) menyatakan bahwa akuntansi
manajemen sebagai praktik meluas ke tiga bidang berikut:
§
Manajemen Strategi. Memajukan peran akuntan
manajemen sebagai mitra strategis dalam organisasi.
§ Manajemen Kinerja. Mengembangkan praktik
pengambilan keputusan bisnis dan mengelola kinerja organisasi.
§
Manajemen Risiko. Berkontribusi untuk membuat
kerangka kerja dan praktik untuk mengidentifikasi, mengukur, mengelola dan
melaporkan risiko untuk mencapai tujuan organisasi.
Transfer Pricing dalam Praktik Akuntansi Manajemen
Transfer Pricing dalam Praktik Akuntansi Manajemen
Praktik akuntansi manajemen
sangat lekat dengan transfer pricing.
Hal ini berlaku bagi organisasi yang sifatnya terdesentralisasi, keluaran atau
hasil dari sebuah divisi dipakai sebagai masukan pada divisi lain. Transaksi
antar divisi ini yang menimbulkan adanya suatu mekanisme transfer pricing. Transfer
pricing didefinisikan sebagai suatu harga internal yang dibebankan oleh
satu unit (seperti divisi, perusahaan anak, atau departemen) dari suatu
perusahaan kepada unit lainnya dalam perusahaan yang sama. Definisi lain dari
transfer pricing adalah tindakan mengalokasikan laba dari entitas perusahaan di
satu negara ke entitas perusahaan negara lain, dalam satu grup perusahaan
dengan tujuan untuk meminimalisir bahkan menghindari pajak (Suandi, 2006).
Simamora (1999) mendefinisikan transfer pricing sebagai suatu harga jual khusus
yang dipakai dalam pertukaran antar divisional untuk mencatat pendapatan divisi
penjual (selling division) dan biaya
divisi pembeli (buying division).
Transaksi transfer pricing merupakan transaksi yang terjadi antara
pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, sehingga harga yang terjadi tidak
bersifat arm’s length. Transfer
pricing biasanya ditetapkan untuk produk-produk antara (intermediate product)
yang merupakan barang-barang dan jasa-jasa yang dipasok oleh divisi penjual
atau pembeli (Fuadah, 2008). Jika dicermati lebih lanjut, maka dapat
disimpulkan bahwa transfer pricing dapat menyimpang secara signifikan dari
harga yang disepakati. Perusahaan-perusahaan yang cenderung melakukan transfer pricing adalah perusahaan
multinasional yang bertujuan untuk menghindari pajak, sehingga berakibat kepada
berkurangnya atau hilangnya potensi penerimaan pajak yang seharusnya diperoleh.
Salah satu kasus terkait
transfer pricing di Indonesia adalah kasus yang terjadi pada PT. Asian Agri.
Perusahaan ini merupakan Multinational Company (MNC) yang bergerak di sektor
perkebunan atau agribisnis, dimana wilayah operasi PT. Asian Agri ini berada di
tiga provinsi di pulau Sumatera. Perusahaan ini memiliki 15 anak perusahaan
yang tersebar di beberapa negara termasuk Singapura. Perusahaan ini terdiri
dari perkebunan, dan memiliki pabrik kelapa sawit dan usaha lainnya.
Sejak pertengahan tahun 2007,
Direktorat Jenderal Pajak membongkar kasus dugaan penggelapan pajak yang
dilakukan PT. Asian Agri, anak perusahaan Raja Garuda Mas (RGM) Group. Dirjen
Pajak memeriksa bahwa perusahaan itu diduga telah menggelapkan pajak senilai
Rp1,34 triliun. Manipulasi pajak yang dilakukan oleh perusahaan ini menggunakan
tiga modus yaitu transfer pricing, transaksi lindung nilai, dan pembuatan biaya
fiktif.
Dengan demikian jelaslah bahwa
PT. Asian Agri melakukan transfer pricing dengan menjual CPO dengan harga yang
rendah di Negara afiliasi khususnya tax
heaven countries yaitu Hong Kong, British Virgin Island, dan Makao, sebelum
nantinya akan dijual kembali ke pembeli riil dengan harga sebenarnya. Jadi PT.
Asian Agri dapat meminimalisasikan pajak yang akan dibayarkan atau terutang di
Indonesia, tetapi cenderung melakukan tax
evasion atau penyelundupan pajak bukan tax
avoidance atau penghindaran pajak.
Sebagai solusinya, dengan adanya Advanced Pricing Agreement (APA) dan Mutual Agreement Procedure dapat digunakan sebagai alternatif
penyelesaian sengketa transfer pricing diantara beberapa Negara. Di Indonesia
sendiri, untuk mengatasi masalah transfer pricing maka hal yang dapat dilakukan
adalah memperkuat aturan yang dipergunakan sebagai landasan untuk mengatasi
transfer pricing. Adanya keselarasan antara para pembuat kebijakan dan
pengaturan perpajakan sangat diperlukan sebagai jalan keluar dari masalah yang
sering timbul dalam transfer pricing yang sekarang ada di perusahaan
multinasional, yang biasanya berusaha untuk melakukan penghematan dalam
pembayaran pajak. Hal ini dimaksudkan untuk lebih memperluas aturan yang
mengatur sehubungan dengan transfer pricing antara pihak-pihak yang memiliki
hubungan istimewa (Fuadah, 2008).
Perkembangan
Akuntan Manajemen di Indonesia
Di Indonesia perkembangan profesi
akuntansi manajemen tidak secepat perkembangan profesi akuntan publik. Hal ini
tampak pada perhatian Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yang berfungsi sebagai
organisasi tunggal para akuntan Indonesia, terhadap perkembangan akuntansi
manajemen yang masih kurang. Sub organisasi bidang akuntansi manajemen baru
dibentuk pada akhir 1986 dengan nama IAI Seksi Akuntan Manajemen (IAI-SAM).
Hal ini didukung oleh pendapat
salah seorang akademisi yang pernah aktif di IAI, yaitu Ersa Tri Wahyuni. Menurut
pendapat Ersa Tri Wahyuni, yang juga merupakan salah seorang dosen akuntansi di
Universitas Padjajaran, Bandung yang kini tengah menyelesaikan kuliah S3 di
Manchester, UK mengatakan bahwa:
“Akuntan
manajemen di Indonesia belum melihat dirinya sebagai profesional yang memiliki
kode etik, dan masih memandang dirinya sebagai karyawan. Karena kode etik dan
asosiasi IAMI masih belum kuat.”
Seorang akuntan manajemen harus setia pada
kode etik profesinya, sebagai contoh adalah kasus yang terjadi pada produsen
kamera asal Jepang, Olympus. Mantan CFO Olympus yaitu Michael Woodford menjadi
seorang whistle blower ketika
mengetahui bahwa perusahaan yang sudah berumur 92 tahun ini mengaku telah
menyembunyikan kerugian investasi di perusahaan sekuritas selama puluhan tahun
sejak era 1980-an. Selama kurun waktu dua dekade, Olympus membuat laporan palsu
seolah-olah perusahaan ini dalam keadaan sehat. Olympus juga menutupi
kerugiannya dengan menyelewengkan dana akuisisi. Pengumuman tersebut adalah
tuntutan dari Michael Woodford, mantan CFO Olympus yang dipecat pertengahan
Oktober silam. Woodford meminta Olympus untuk menjelaskan transaksi
mencurigakan sebesar US$ 1,3 miliar atau sekitar Rp 11 triliun. Kasus tersebut
menunjukkan bahwa Woodford yang seorang CFO mampu bertindak secara profesional
dan menghormati kode etik profesinya sebagai seorang akuntan manajemen untuk
mengungkapkan hal-hal yang menyimpang, yang terjadi di dalam perusahaannya. Hal
ini dapat menjadi pembelajaran untuk para akuntan manajemen di Indonesia, agar
mencegah adanya praktik tidak sehat di dalam perusahaan tempatnya bekerja,
serta lebih menghargai dirinya sebagai seorang yang profesional dan memiliki
kode etik profesi.
Di Indonesia belum ada
kesadaran dari akuntan manajemen untuk mendaftarkan dirinya sebagai anggota
asosiasi profesi, karena sebagian besar akuntan manajemen masih berpikir
dirinya adalah seorang karyawan. Padahal
di Indonesia sudah terdapat asosiasi profesinya, yaitu Ikatan Akuntan Manajemen
Indonesia (IAMI). Dimana mulai tahun 2006 untuk mendapat gelar profesi sebagai
akuntan manajemen, maka seorang akuntan harus mengikuti ujian CPMA (Certified Professional Management Accountant).
Ujian CPMA merupakan salah satu praktik internasional terbaik untuk mengukur
kompetensi dalam bidang akuntansi manajemen. Ujian CPMA ini dimaksudkan juga
sebagai salah satu strategi pengembangan profesi akuntansi manajemen di
Indonesia dalam rangka menghadapi arus globalisasi yang ditandai dengan
perdagangan bebas dalam produk dan jasa, termasuk jasa akuntansi. Setelah
seorang akuntan mendapatkan gelar CPMA, maka sangat disarankan untuk mengikuti Continues Professional Education sebagai
suatu nilai tambah dari seorang akuntan manajemen dan meningkatkan kompetensi.
Semua lulusan (pemegang gelar CPMA) akan didaftarkan ke Badan Nasional
Sertifikasi Profesi, sehingga mendapat pengakuan resmi dari pemerintah.
Referensi:
Hansen,
Don R and Maryanne M Mowen, Akuntansi Manajemen, Edisi 7, Salemba Empat,
Jakarta, 2004
Kasus Olympus(http://finance.detik.com/read/2011/11/08/153440/1763010/4/skandal-penipuan-korporasi-terbesar-jepang-oleh-olympus)
Lukluk
Fuadah. Analisa Transaksi-transaksi yang Terjadi dalam Masalah Transfer Pricing
pada Kasus PT. Asian Agri di Indonesia. Jurnal
Keuangan dan Bisnis, Vol. 2 No. 2 (108-129), Oktober 2008. (http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/6208108129.pdf)
Simamora,
Hendry. 1999. Akuntansi Manajemen. Jakarta: Salemba Empat.
Suandy,
Erly. 2006. Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
http://www.cimaglobal.com/Thought-leadership/Newsletters/Insight-e-magazine/Insight-2009/Insight-June-2009/What-is-CIMAs-definition-of-management-accounting/
Narasumber:
Ersa
Tri Wahyuni
- Accounting Lecturer,
UNPAD University
- Studies PhD at Manchester
Business School, United Kingdom (2011-now)
- Technical Director,
Indonesian Institute of Accountants (2009-2011)
- Deputy Head, Accounting
School, Binus International (2004-2007)
Bu Profesor, saya tanya ya..
ReplyDelete1. Bagaimana caranya / indikasi apa yang membuat kasus tax evasion Asian Agri terungkap..?
2. Dalam kasus Olympus, siapa pelaku penggelapan dana akuisisi..? Apa modus yg dilakukan oleh pelaku dalam melakukan tindakannya..?
Terima kasih Bu Profesor..