Seputar Akuntansi Manajemen: Praktik dan Profesinya di Indonesia


A. Perbedaan Akuntansi Manajemen dan Akuntansi Keuangan
            Sistem informasi akuntansi dalam suatu organisasi memiliki dua subsistem utama, yaitu sistem akuntansi manajemen dan sistem akuntansi keuangan. Kedua subsistem ini memiliki tujuan yang berbeda, sifat masukan, dan jenis proses yang digunakan untuk mengubah masukan menjadi keluaran. Sistem informasi akuntansi keuangan berhubungan dengan penyediaan keluaran bagi pengguna eksternal dengan menggunakan kegiatan ekonomi sebagai masukan serta proses yang memenuhi aturan dan konvensi tertentu. Tujuan umum dari akuntansi keuangan adalah menyusun laporan keuangan yang bersifat eksternal bagi investor, kreditor, lembaga pemerintah, dan pengguna eksternal lainnya. Informasi ini digunakan untuk keperluan, seperti keputusan investasi, evaluasi, aktivitas pemonitoran, dan ketentuan peraturan. Akuntansi keuangan bisa disebut akuntansi eksternal.
            Akuntansi manajemen berkaitan dengan penyediaan informasi untuk manajer, yaitu orang-orang yang ada di dalam organisasi yang mengarahkan dan mengendalikan organisasi tersebut. Akuntansi manajemen mengidentifikasi, mengumpulkan, mengukur, mengklasifikasi, dan melaporkan informasi yang bermanfaat bagi pengguna internal dalam merencanakan, mengendalikan, dan mengambil keputusan.
            Laporan-laporan akuntansi keuangan disiapkan untuk memenuhi kebutuhan pihak eksternal seperti pemegang saham dan kreditor, sedangkan akuntansi manajemen disiapkan untuk manajer di dalam organisasi. Orientasi dasar yang berbeda ini menyebabkan sejumlah perbedaan antara akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen, meskipun data keuangan yang mendasari keduanya sama. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Akuntansi Manajemen
Akuntansi Keuangan
Fokus internal
Fokus eksternal
Tidak ada aturan yang mengikat
Harus mengikuti aturan tertentu dari pihak eksternal
Informasi keuangan dan nonkeuangan, informasi dapat bersifat subjektif
Informasi keuangan yang bersifat objektif
Penekanan pada masa yang akan datang
Berorientasi historis
Evaluasi dan keputusan internal didasarkan atas informasi yang sangat terperinci
Informasi mengenai perusahaan secara keseluruhan
Sangat luas dan multidisiplin
Lebih independen
Sumber: Hansen & Mowen (2009)

B. Etika dalam Praktik Akuntansi Manajemen
            Chartered Institute of Management Accountants (CIMA) mendefinisikan akuntansi manajemen sebagai proses identifikasi, pengukuran, akumulasi, analisis, penyusunan, interpretasi, dan komunikasi informasi yang digunakan oleh manajemen untuk merencanakan, mengevaluasi dan pengendalian dalam suatu entitas dan untuk memastikan sesuai dan akuntabilitas penggunaan sumber daya tersebut. Akuntansi manajemen juga meliputi penyusunan laporan keuangan untuk kelompok nonmanajemen seperti pemegang saham, kreditur, badan pengatur dan otoritas pajak.
Para akuntan manajemen dituntut untuk bertindak jujur, terpercaya dan etis. Hal ini dikarenakan akuntan manajemen memiliki peran penting dalam menunjang tercapainya tujuan perusahaan, dimana tujuan tersebut harus dicapai melalui cara yang legal dan etis. Chartered Institute of Management Accountants (CIMA) menyatakan bahwa seorang akuntan manajemen harus mampu menerapkan pengetahuan profesional dan keterampilannya dalam penyusunan dan penyajian informasi keputusan keuangan dan lainnya, yang berorientasi sedemikian rupa untuk dapat membantu manajemen dalam merumuskan kebijakan, perencanaan, dan pengendalian pelaksanaan pengoperasian. Pengetahuan dan pengalaman akuntansi manajemen dapat diperoleh dari berbagai bidang dan fungsi dalam suatu organisasi seperti manajemen informasi, perbendaharaan, audit efisiensi, pemasaran, penilaian, penetapan harga, logistik, dan lainnya.
The American Institute of Certified Public Accountans (AICPA) menyatakan bahwa akuntansi manajemen sebagai praktik meluas ke tiga bidang berikut:

§   Manajemen Strategi. Memajukan peran akuntan manajemen sebagai mitra strategis dalam organisasi.
§  Manajemen Kinerja. Mengembangkan praktik pengambilan keputusan bisnis dan mengelola kinerja organisasi.
§   Manajemen Risiko. Berkontribusi untuk membuat kerangka kerja dan praktik untuk mengidentifikasi, mengukur, mengelola dan melaporkan risiko untuk mencapai tujuan organisasi.

Transfer Pricing dalam Praktik Akuntansi Manajemen
Praktik akuntansi manajemen sangat lekat dengan transfer pricing. Hal ini berlaku bagi organisasi yang sifatnya terdesentralisasi, keluaran atau hasil dari sebuah divisi dipakai sebagai masukan pada divisi lain. Transaksi antar divisi ini yang menimbulkan adanya suatu mekanisme transfer pricing. Transfer pricing didefinisikan sebagai suatu harga internal yang dibebankan oleh satu unit (seperti divisi, perusahaan anak, atau departemen) dari suatu perusahaan kepada unit lainnya dalam perusahaan yang sama. Definisi lain dari transfer pricing adalah tindakan mengalokasikan laba dari entitas perusahaan di satu negara ke entitas perusahaan negara lain, dalam satu grup perusahaan dengan tujuan untuk meminimalisir bahkan menghindari pajak (Suandi, 2006). Simamora (1999) mendefinisikan transfer pricing sebagai suatu harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antar divisional untuk mencatat pendapatan divisi penjual (selling division) dan biaya divisi pembeli (buying division).
Transaksi transfer pricing merupakan transaksi yang terjadi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, sehingga harga yang terjadi tidak bersifat arm’s length. Transfer pricing biasanya ditetapkan untuk produk-produk antara (intermediate product) yang merupakan barang-barang dan jasa-jasa yang dipasok oleh divisi penjual atau pembeli (Fuadah, 2008). Jika dicermati lebih lanjut, maka dapat disimpulkan bahwa transfer pricing dapat menyimpang secara signifikan dari harga yang disepakati. Perusahaan-perusahaan yang cenderung melakukan transfer pricing adalah perusahaan multinasional yang bertujuan untuk menghindari pajak, sehingga berakibat kepada berkurangnya atau hilangnya potensi penerimaan pajak yang seharusnya diperoleh.
Salah satu kasus terkait transfer pricing di Indonesia adalah kasus yang terjadi pada PT. Asian Agri. Perusahaan ini merupakan Multinational Company (MNC) yang bergerak di sektor perkebunan atau agribisnis, dimana wilayah operasi PT. Asian Agri ini berada di tiga provinsi di pulau Sumatera. Perusahaan ini memiliki 15 anak perusahaan yang tersebar di beberapa negara termasuk Singapura. Perusahaan ini terdiri dari perkebunan, dan memiliki pabrik kelapa sawit dan usaha lainnya.
Sejak pertengahan tahun 2007, Direktorat Jenderal Pajak membongkar kasus dugaan penggelapan pajak yang dilakukan PT. Asian Agri, anak perusahaan Raja Garuda Mas (RGM) Group. Dirjen Pajak memeriksa bahwa perusahaan itu diduga telah menggelapkan pajak senilai Rp1,34 triliun. Manipulasi pajak yang dilakukan oleh perusahaan ini menggunakan tiga modus yaitu transfer pricing, transaksi lindung nilai, dan pembuatan biaya fiktif.
Dengan demikian jelaslah bahwa PT. Asian Agri melakukan transfer pricing dengan menjual CPO dengan harga yang rendah di Negara afiliasi khususnya tax heaven countries yaitu Hong Kong, British Virgin Island, dan Makao, sebelum nantinya akan dijual kembali ke pembeli riil dengan harga sebenarnya. Jadi PT. Asian Agri dapat meminimalisasikan pajak yang akan dibayarkan atau terutang di Indonesia, tetapi cenderung melakukan tax evasion atau penyelundupan pajak bukan tax avoidance atau penghindaran pajak.
            Sebagai  solusinya, dengan adanya Advanced Pricing Agreement (APA) dan Mutual Agreement Procedure dapat digunakan sebagai alternatif penyelesaian sengketa transfer pricing diantara beberapa Negara. Di Indonesia sendiri, untuk mengatasi masalah transfer pricing maka hal yang dapat dilakukan adalah memperkuat aturan yang dipergunakan sebagai landasan untuk mengatasi transfer pricing. Adanya keselarasan antara para pembuat kebijakan dan pengaturan perpajakan sangat diperlukan sebagai jalan keluar dari masalah yang sering timbul dalam transfer pricing yang sekarang ada di perusahaan multinasional, yang biasanya berusaha untuk melakukan penghematan dalam pembayaran pajak. Hal ini dimaksudkan untuk lebih memperluas aturan yang mengatur sehubungan dengan transfer pricing antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa (Fuadah, 2008).

Perkembangan Akuntan Manajemen di Indonesia
Di Indonesia perkembangan profesi akuntansi manajemen tidak secepat perkembangan profesi akuntan publik. Hal ini tampak pada perhatian Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yang berfungsi sebagai organisasi tunggal para akuntan Indonesia, terhadap perkembangan akuntansi manajemen yang masih kurang. Sub organisasi bidang akuntansi manajemen baru dibentuk pada akhir 1986 dengan nama IAI Seksi Akuntan Manajemen (IAI-SAM).
Hal ini didukung oleh pendapat salah seorang akademisi yang pernah aktif di IAI, yaitu Ersa Tri Wahyuni. Menurut pendapat Ersa Tri Wahyuni, yang juga merupakan salah seorang dosen akuntansi di Universitas Padjajaran, Bandung yang kini tengah menyelesaikan kuliah S3 di Manchester, UK mengatakan bahwa:
“Akuntan manajemen di Indonesia belum melihat dirinya sebagai profesional yang memiliki kode etik, dan masih memandang dirinya sebagai karyawan. Karena kode etik dan asosiasi IAMI masih belum kuat.”

 Seorang akuntan manajemen harus setia pada kode etik profesinya, sebagai contoh adalah kasus yang terjadi pada produsen kamera asal Jepang, Olympus. Mantan CFO Olympus yaitu Michael Woodford menjadi seorang whistle blower ketika mengetahui bahwa perusahaan yang sudah berumur 92 tahun ini mengaku telah menyembunyikan kerugian investasi di perusahaan sekuritas selama puluhan tahun sejak era 1980-an. Selama kurun waktu dua dekade, Olympus membuat laporan palsu seolah-olah perusahaan ini dalam keadaan sehat. Olympus juga menutupi kerugiannya dengan menyelewengkan dana akuisisi. Pengumuman tersebut adalah tuntutan dari Michael Woodford, mantan CFO Olympus yang dipecat pertengahan Oktober silam. Woodford meminta Olympus untuk menjelaskan transaksi mencurigakan sebesar US$ 1,3 miliar atau sekitar Rp 11 triliun. Kasus tersebut menunjukkan bahwa Woodford yang seorang CFO mampu bertindak secara profesional dan menghormati kode etik profesinya sebagai seorang akuntan manajemen untuk mengungkapkan hal-hal yang menyimpang, yang terjadi di dalam perusahaannya. Hal ini dapat menjadi pembelajaran untuk para akuntan manajemen di Indonesia, agar mencegah adanya praktik tidak sehat di dalam perusahaan tempatnya bekerja, serta lebih menghargai dirinya sebagai seorang yang profesional dan memiliki kode etik profesi.
Di Indonesia belum ada kesadaran dari akuntan manajemen untuk mendaftarkan dirinya sebagai anggota asosiasi profesi, karena sebagian besar akuntan manajemen masih berpikir dirinya adalah seorang karyawan.  Padahal di Indonesia sudah terdapat asosiasi profesinya, yaitu Ikatan Akuntan Manajemen Indonesia (IAMI). Dimana mulai tahun 2006 untuk mendapat gelar profesi sebagai akuntan manajemen, maka seorang akuntan harus mengikuti ujian CPMA (Certified Professional Management Accountant). Ujian CPMA merupakan salah satu praktik internasional terbaik untuk mengukur kompetensi dalam bidang akuntansi manajemen. Ujian CPMA ini dimaksudkan juga sebagai salah satu strategi pengembangan profesi akuntansi manajemen di Indonesia dalam rangka menghadapi arus globalisasi yang ditandai dengan perdagangan bebas dalam produk dan jasa, termasuk jasa akuntansi. Setelah seorang akuntan mendapatkan gelar CPMA, maka sangat disarankan untuk mengikuti Continues Professional Education sebagai suatu nilai tambah dari seorang akuntan manajemen dan meningkatkan kompetensi. Semua lulusan (pemegang gelar CPMA) akan didaftarkan ke Badan Nasional Sertifikasi Profesi, sehingga mendapat pengakuan resmi dari pemerintah.
  

Referensi:
Hansen, Don R and Maryanne M Mowen, Akuntansi Manajemen, Edisi 7, Salemba Empat, Jakarta, 2004
Kasus Olympus(http://finance.detik.com/read/2011/11/08/153440/1763010/4/skandal-penipuan-korporasi-terbesar-jepang-oleh-olympus)
Lukluk Fuadah. Analisa Transaksi-transaksi yang Terjadi dalam Masalah Transfer Pricing pada Kasus PT. Asian Agri di Indonesia. Jurnal Keuangan dan Bisnis, Vol. 2 No. 2 (108-129), Oktober 2008. (http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/6208108129.pdf)

Simamora, Hendry. 1999. Akuntansi Manajemen. Jakarta: Salemba Empat.

Suandy, Erly. 2006. Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat.

http://www.cimaglobal.com/Thought-leadership/Newsletters/Insight-e-magazine/Insight-2009/Insight-June-2009/What-is-CIMAs-definition-of-management-accounting/

Narasumber:
Ersa Tri Wahyuni

  • Accounting Lecturer, UNPAD University
  • Studies PhD at Manchester Business School, United Kingdom (2011-now)
  • Technical Director, Indonesian Institute of Accountants (2009-2011)
  • Deputy Head, Accounting School, Binus International (2004-2007)

1 comments:

  1. Bu Profesor, saya tanya ya..
    1. Bagaimana caranya / indikasi apa yang membuat kasus tax evasion Asian Agri terungkap..?
    2. Dalam kasus Olympus, siapa pelaku penggelapan dana akuisisi..? Apa modus yg dilakukan oleh pelaku dalam melakukan tindakannya..?

    Terima kasih Bu Profesor..

    ReplyDelete

 

I own who I am

I own who I am
An extraordinary human being. Love to capture moment and mind. I leave a trail beyond these writings for give little contribution to world until the time I back home.

Seek, Capture & Share