When I'm outside my hometown, there is a changing culture (?)

Changing culture.
Kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang sedang terjadi di tanah kelahiranku. Aku tidak akan membicarakan politik dan hal-hal yang membuat urat-urat mengencang jika membicarakannya. Ini berawal dari percakapan ringan dengan seorang teman. Teman sesama perantauan di Malang. Kami kerap kali bertukar pikiran dan bertukar informasi tentang apa yang terjadi di tanah kelahiran kami. Kadang kami bawa ke ranah serius dan kadang menjadi sebuah lelucon.

Salah satu profesi yang ingin aku jalani ketika selesai masa studi kelak adalah Auditor. Sebagai auditor harus memiliki sikap skeptis dan rasa ingin tahu, serta independensi ketika melakukan tugas audit. Lah, apa hubungan auditor dengan tulisan ini? Nah, salah satu sikap yang dimiliki auditor adalah ingin tahu. Apabila ingin mendapatkan informasi lebih banyak dari klien, tentu saja auditor harus memiliki rasa ingin tahu yang besar, kalau tidak bagaimana ia dapat menghasilkan opini yang qualified, wajar dengan pengecualian, atau disclaimer. Rasa ingin tahu, atau lebih terkenal dengan kata 'kepo'. Aku adalah salah satu orang yang termasuk kepo. Memiliki beberapa jenis social media membuatku ingin tahu lebih banyak tentang orang lain. Dalam tulisan ini aku tertarik untuk membicarakan salah satu socmed, yaitu Instagram. Instagram akan membantuku untuk mendeskripsikan maksud dari tulisanku ini.

Sejak Kevin Systrom dan Mike Krieger pada tahun 2010 memperkenalkan Instagram, social media ini menjadi sangat populer hingga sekarang. Awalnya, aplikasi ini hanya tersedia bagi "i" family (iPhone, iPad, dan iPod touch), kemudian tahun 2012 mulai merambah ke Android. So, now days everyone can become an Instagram-ers. Capturing-put some hastags-posting. Voila! Jadi ada kesan bahwa gak punya Instagram itu gak gaul. Then, dari Instagram aku jadi tahu dan belajar banyak hal. Aku tidak akan jauh berbicara, aku hanya berbicara mengenai apa yang terjadi dengan orang-orang seumuranku khususnya yang berada di satu provinsi, yaitu Bali. Ketika kepo, aku lumayan shock juga dan membatin "ternyata banyak sekali perubahan." Perubahan itu lebih ke arah yang negatif dan ada juga yang positif. Melalui social media tersebut aku menemukan beberapa hal yang menarik.

Dressing up-taking some pictures-posting to Instagram
Balinese are unique! Aku bangga menjadi seorang kelahiran Bali. Aku cinta budayanya dan semua keunikan di dalamnya. Mayoritas warga Bali adalah umat Hindu. Kami sebagai umat Hindu memiliki banyak hari-hari penting. Mungkin orang-orang di luar sana mengenal hari raya kami hanya Nyepi saja, namun kami memiliki hari-hari besar lain seperti Galungan dan Kuningan, Hari Raya Saraswati untuk menghormati turunnya ilmu pengetahuan, Hari Raya Pagerwesi dan lainnya. Saat hari raya tiba, kami berpakaian adat lalu melakukan persembahyangan di Pura. Pakaian adat kami, bagi perempuan disebut dengan Kebaya dan untuk laki-laki menggunakan baju safari dan udeng di kepala. Aku tertarik membicarakan Kebaya dalam kesempatan ini. Kebaya yang muncul sekarang ini kebanyakan sudah modis dan bahkan lebih terlihat seksi. Model yang ada sangat bervariasi dengan warna-warna yang menarik dari kalem sampai nge jreng. Ketika hari raya tiba, Instagram ku akan penuh dengan model kebaya dadakan. Kebanyakan yang terjadi adalah, sebelum pergi ke Pura berfoto dengan kebaya masing-masing lalu posting ke Instagram. Aku sih gak mempermasalahkan posting ke Instagram nya, tapi yang aku amati beberapa dari model-model kebaya itu mulai kehilangan konteks. Modis, ya itu sah-sah saja, tapi kalau seksi? Tampak bukan seperti akan beribadah, tapi pergi ke suatu acara pesta. Agak prihatin juga melihatnya. Entah mungkin karena aku juga yang kolot, tapi ya ini yang ada di pikiranku. Aku setuju jika ada perubahan model atau sebagainya, tetapi kesopanan berpakaian tetap harus diperhatikan. 

Bikinis everywhere! Looks like boops market.
Sorry if my words sound too rough and sarcastic. Dalam sebuah pembicaraan lewat BBM dengan seorang teman di Bali, ia mengatakan Bali semakin seperti boops market, ketika aku melontarkan pertanyaan "Emang lagi jaman ya cewek-cewek pada foto pake bikini?" Rupa-rupanya pengaruh budaya Barat sudah sangat merasuk ke lubuk hati yang paling dalam. Kita dijajah lagi dalam hal berpakaian. Fenomena yang muncul dari Instagram adalah, di Bali khususnya, sedang tren berfoto menggunakan bikini, entah berenang di pantai atau kolam renang, lalu mempostingnya ke Instagram. Yeah that's your business. But, hey, why it become a tren? Jadi seperti efek domino saja. Aku agak keberatan dengan yang ini. Mengekspos aurat terlalu berlebihan. Kita masih dalam budaya Timur yang kental dalam kesopanan berpakaian. Sampai kapan tren ini berlangsung? Aku harap tidak sampai menjadi budaya, atau sudah hampir jadi budaya?

Sosialita? Its a must.
Istilah anak gaul kini bergeser dengan nama 'sosialita' yang dimana berpakaian modis, bermerk, lalu pergi ke bar kemudian melihat sunset, dinner in a happening place and so on. Then posting your activity in that place to instagram or check in Path, 4square or something. That's most people do now days and its in Bali especially. How come? People are going to be a socialite. Its sounds so funny, ketika aku balik ke Bali, i feel like shock culture attack. Aku seperti orang yang baru keluar dari gua dan melihat dunia luar berubah sangat pesat. Tidakkah mereka sayang terhadap uang orang tua mereka? Iya kalau yang sudah bekerja sih tidak masalah, tapi bagi yang masih dibiayain oleh orang tua, pergi ke tempat-tempat seperti itu tidakkah terlalu berlebihan?

Beberapa fenomena di atas menggambarkan bahwa telah terjadi perubahan budaya di tanah kelahiranku. Efek Barat terlalu keras guncangannya, sehingga mengubah gaya hidup, serta gaya berpakaian orang-orang. Mungkin ketika membaca tulisan ini orang-orang menilaiku kolot atau terlalu konservatif. Ya, aku memang bukan tipe orang yang cepat beradaptasi dengan gaya hidup dan gaya berpakaian seperti saat ini, tapi aku lebih ke tipe yang open minded, aku cenderung mengubah pemikiranku jika ingin berbeda. Aku hanya ingin berbagi apa yang aku rasa dan aku alami. Bahwa aku sungguh beruntung menjadi salah satu orang yang diberi kesempatan untuk merantau, bahwa orang tuaku sangat open minded dalam mengijinkan aku mengenal dunia luar. Dari perantauan aku belajar untuk tidak menjadi seorang hedon, mengenal banyak suku dan budaya, dan menyadari bahwa hidup di Jawa ini tutur kata, berpakaian tidak boleh sembarangan, yang penting sopan. Sama saja di Bali, kita dikenal santun, ramah senyum, sederhana. Tetaplah pertahankan ciri khas itu, hanya saja kita harus lebih cerdas dalam menyerap pengaruh-pengaruh yang masuk, yang baik kita serap, yang tidak sesuai dengan budaya jangan kita ikuti. Aku hanya ingin Bali tetap dipercaya dunia sebagai destinasi terbaik bukan hanya di sektor pariwisata, tapi dari segi masyarakatnya, menjadi suatu komunitas yang tetap konsisten mempertahankan budayanya.



Nanda
02.06.13

2 comments:

  1. Amazing Kak Dayu!
    This topic really opened my eyes about the culture that began to change in the land of our birth. Mari kita kembalikan budaya kita :)

    ReplyDelete
  2. thank you comment nya shandy... :D

    ReplyDelete

 

I own who I am

I own who I am
An extraordinary human being. Love to capture moment and mind. I leave a trail beyond these writings for give little contribution to world until the time I back home.

Seek, Capture & Share